Kamis, 01 Desember 2011

PLASTIK BIODEGRADABLE SEBAGAI SOLUSI TEPAT MENGATASI MASALAH SAMPAH PLASTIK KONVENSIONAL YANG SULIT TERURAI

 PLASTIK BIODEGRADABLE SEBAGAI SOLUSI TEPAT MENGATASI MASALAH SAMPAH PLASTIK KONVENSIONAL YANG SULIT TERURAI

Mawardi Kartasasmita
Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
F34100075

Tanpa kita sadari lingkungan hidup dan bumi ini telah "terkepung" oleh sampah plastik. Jumlah sampah plastik yang besar dapat menimbulkan pencemaran dan mengancam kehidupan umat manusia. Sampah plastik dapat kita temukan dimana saja, salah satu contohnya sewaktu kita membeli gorengan di pinggir jalan. Walau gorengan yang dibeli sudah dimasukkan ke dalam bungkus kertas, pembeli akan diberi bonus kantong plastik hitam untuk menjinjing bungkus kertas sekaligus agar tangan si pembeli tidak terpapar minyak yang dikeluarkan dari gorengan.
Tidak dapat dipungkiri penggunaan plastik dan kantong plastik memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah sampah plastik pun ikut bertambah. Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) 2007, menyebutkan, setiap individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari di mana 15 persennya adalah plastik[1]. Dengan asumsi ada sekitar 220 juta penduduk di Indonesia, maka sampah plastik yang tertimbun mencapai 26.500 ton per hari; sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan mencapai 176.000 ton per hari.
Sementara data KLH 2007 menunjukkan, volume timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau setara 42 juta kilogram, di mana komposisi sampah plastik mencapai 14 persen atau 6 juta ton[2]. Berdasarkan data KLH 2008, dari total timbunan sampah nasional, jumlah sampah yang diolah dengan dikompos atau didaur ulang hampir 5 persen atau setara 12.800 ton per hari. Dari total jumlah sampah tersebut, 2 persen atau 204,16 ton per hari di antaranya adalah sampah organik "biodegradable"[3].  
Untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik, saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik ini dapat diuraikan kembali mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Biasanya plastik konvensional berbahan dasar petroleum, gas alam, atau batu bara. Sementara plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam hewan.
Jenis plastik biodegradable yang ada antara lain polyhidroksialkanoat (PHA) dan poli-asam amino yang berasal dari sel bakteri, polylaktida (PLA) yang merupakan modifikasi asam laktat hasil perubahan zat tepung kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yang dapat terdegradasi. Bahan dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau tepung yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer lain yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan.
Di beberapa negara maju, bahan plastik biodegradable sudah diproduksi secara komersial, seperti poli hidroksi alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), poli butilen suksinat (PBS), dan poli asam laktat (PLA)[4]. Plastik biodegradable berbahan dasar tepung dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
Plastik berbahan dasar tepung aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekiranya 50 tahun agar dapat terdekomposisi alami, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah[5]. 
Sampai saat ini, masih diteliti berapa cepat atau berapa banyak polimer biodegradable ini dapat diuraikan secara alami. Di samping itu, penambahan tepung pada pembuatan polimer biodegradable menambah biaya pembuatan plastik. Namun ini menjadi potensi yang besar di Indonesia, karena terdapat berbagai tanaman penghasil tepung seperti singkong, beras, kentang, dan tanaman lainnya. Apalagi harga umbi-umbian di Indonesia relatif rendah. Dengan memanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradable, akan memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi. Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan. Bukan tidak mungkin kelak Indonesia menjadi produsen terbesar plastik biodegradable  di dunia. 
Negara Jerman, India, Australia, Jepang, dan Amerika adalah negara yang paling intensif mengembangkan riset plastik biodegradable dan mempromosikan penggunaannya menggantikan plastik konvensional. Produk industri berbahan dasar plastik mulai menggunakan bahan biodegradable. Fujitsu, perusahaan komputer besar di Jepang telah menggunakan plastik biodegradable ini pada semua casing produknya. Komunitas internasional sepakat, penggunaan bahan polimer sintetis yang ramah lingkungan harus terus ditingkatkan.
Sampai saat ini, penggunaan plastik biodegrable di Indonesia masih belum banyak digunakan. Padahal sudah jelas potensi bahan baku pembuatan plastik biodegradable sangat besar di Indonesia. Hal ini perlu adanya dukungan dari semua pihak terutama pemerintah selaku regulator, industri kimia dan proses, serta kesadaran dari seluruh masyarakat. Harus ada kerja sama diantara banyak pihak untuk mendukung penerapan plastik biodegradable menggantikan plastik konvensional. Selain itu, diperlukannya ide-ide kreatif dari siswa, mahasiwa, dosen, maupun civitas akademika lainnya agar tercipta inovasi baru untuk menanggulangi sampah plastik yang sulit terurai dan permasalahan lingkungan lainnya. Penggunaan skala besar plastik berbahan biodegradable ini akan membantu mengurangi penggunaan minyak bumi, gas alam dan sumber mineral lain serta turut berkontribusi menyelamatkan lingkungan.

Sumber :
[1], [2] Kementerian Lingkungan Hidup, 2007. Pengelolaan Sampah Perkotaan di Indonesia, Bahan  Menteri Lingkungan Hidup dalam Pembahasan RUU tentang Pengelolaan Sampah.
[3] Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH), 2008, Statistik Persampahan Indonesia. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
[4] LIPI. 2007. Bahan Plastik Ramah Lingkungan. http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/news/8/338-Bahan-Plastik-Ramah-Lingkungan.   (9 November 2011)
[5] Firdaus, Feris dan Anwar Chairil. Potensi Limbah Padat-cair Industri Tepung Tapioka sebagai Bahan Baku Film Plastik Biodegradabel. LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004. ISSN: 1410-2315

Tidak ada komentar:

Posting Komentar